Halo sobat Biografinesia! Sebelumnya kita sudah mengenal perjuangan Ibu Fatmawati atas jasanya menjahit sang saka merah putih. Sekarang, kita akan membahas salah seorang pahlawan wanita pemberani dari Aceh yang berhasil membuat kolonial Belanda ketakutan, yaitu biografi Cut Nyak Dien.
Cut Nyak Dien berani terjun langsung ke medan perang melawan penjajah Belanda. Semuanya beliau lakukan demi cita-cita bangsa, yaitu merdeka.
Nah, buat yang penasaran, yuk simak biografi Cut Nyak Dien berikut.
Contents
- 1 Profil Cut Nyak Dien
- 2 Biografi Cut Nyak Dien
- 3 Dijodohkan dengan Teuku Ibrahim
- 4 Pecahnya Perang Aceh dan Gugurnya Teuku Ibrahim
- 5 Pernikahan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar
- 6 Strategi Teuku Umar dan Cut Nyak Dien Melawan Belanda
- 7 Cut Nyak Dien Tertangkap dan Diasingkan
- 8 Wafatnya Cut Nyak Dien
- 9 Penghargaan
- 10 Kesimpulan
Profil Cut Nyak Dien
Nama: Cut Nyak Dien
Tempat Lahir: Lam Padang, Aceh
Tanggal Lahir: 12 Mei 1848
Wafat: 6 November 1908
Biografi Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien merupakan wanita keturunan bangsawan Aceh yang lahir pada tanggal 12 Mei 1848, di kampung Lam Padang Peukan Bada, wilayah IV Mukim, Aceh Besar.
Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang IV Mukim yang merupakan keturunan dari Machmoed Sati. Sementara ibunya adalah bangsawan yang berasal dari Lampagar.
Cut Nyak Dien terkenal sebagai gadis yang cantik. Beliau hidup dalam lingkungan bangsawan yang taat beragama, serta sudah mendapatkan pendidikan agama dan rumah tangga saat masih kecil.
Dijodohkan dengan Teuku Ibrahim
Cut Nyak Dien dijodohkan dengan seorang lelaki bernama Teuku Ibrahim saat berusia 12 tahun. Teuku Ibrahim merupakan anak dari Teuku Po Amat, uleebalang Lamnga XIII.
Sang suami terkenal sebagai pemuda yang berwawasan luas serta taat agama. Dari pernikahannya, Cut Nyak Dien dan Teuku Ibrahim memiliki seorang putra.
Menurut sejarah Aceh, Teuku Ibrahim merupakan sosok pejuang yang berusaha membasmi keberadaan kolonial Belanda. Oleh karena itulah, beliau sering meninggalkan istri dan anaknya selama berbulan-bulan demi kemerdekaan bumi Aceh.
Pecahnya Perang Aceh dan Gugurnya Teuku Ibrahim
Pada tanggal 28 Maret 1873, tentara Belanda mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh melalui armada kapal Citadel van Antwerpen.
Di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Kohler, Belanda berhasil mendarat di pantai Ceureumen pada 8 April 1873. Kala itu, Belanda berhasil menguasai serta membakar Masjid Raya Baiturrahman Aceh.
Hal inilah yang menjadi pemicu pecahnya perang Aceh. Panglima Polin dan Sultan Mahmud Syah yang memimpin Pasukan Rakyat Aceh berhasil melawan sekitar 3.198 tentara Belanda. Bahkan, mereka berhasil menembak Kohler sampai mati.
Tetapi, sekitar tahun 1874-1880, tentara Belanda di bawah kepemimpinan Jenderal Jan van Swieten berhasil menduduki wilayah IV Mukim. Keraton Sultan pun berhasil terkuasai dan harus mengakui kekalahannya.
Kejadian ini membuat Teuku Ibrahim yang sedang berjuang selama berbulan-bulan datang dan meminta istri dan seluruh masyarakat untuk pergi mengungsi. Lantas, mereka pun pergi dari Lam Padang dan mencari tempat perlindungan yang aman pada tanggal 29 Desember 1875.
Tetapi, Teuku Ibrahim tak pergi ikut karena bertekad akan merebut kembali daerah IV Mukim. Sayangnya, pada tanggal 29 Juni 1878, muncul kabar duka yang menyatakan bahwa Teuku Ibrahim gugur bertempur di Gle Tarum.
Kematian sang suami membuat Cut Nyak Dien terpuruk. beliau sangat marah dan berjanji akan berjuang menggantikan sang suami untuk menghancurkan Belanda.
Pernikahan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar
Dua tahun setelah kepergian Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien mendapatkan pinangan dari seorang pejuang Aceh, yaitu Teuku Umar pada tahun 1880.
Beliau menerima pinangan tersebut dengan syarat Teuku Umar harus mengizinkannya untuk tetap berperang.
Teuku Umar menyetujuinya dan dari pernikahan ini, keduanya memiliki seorang putri bernama Cut Gambang.
Setelah menikah, Cut Nyak Dien dan Teuku Umar memutuskan untuk bersatu melawan kolonial Belanda.
Strategi Teuku Umar dan Cut Nyak Dien Melawan Belanda
Pada 30 September 1893, bersama 250 pasukannya, Teuku Umar mulai melancarkan strategi berpura-pura mendekati orang Belanda dengan cara menyerahkan diri. Tujuannya adalah mendapatkan pasokan persenjataan yang akan mereka gunakan untuk melawan kembali penjajah.
Dengan kecerdikannya, Teuku Umar berhasil mengelabui Belanda. Saking tak curiganya, Belanda sempat memberikan gelar ‘Teuku Umar Johan Pahlawan’ dan memberinya kedudukan sebagai komandan unit pasukan Belanda.
Strategi ini memang cukup beresiko karena Teuku Umar dianggap berkhianat oleh sebagian warga Aceh. Meski begitu, beliau tetap meneruskan strateginya dan diam-diam berhasil mengumpulkan rakyat Aceh untuk menjadi pasukannya.
Saat jumlah pasukannya sudah mencukupi, Teuku Umar mengatakan rencana palsu kepada Belanda bahwa ia akan menyerang rakyat Aceh.
Setelah itu, Teuku Umar, Cut Nyak Dien dan pasukannya pun pergi dari markas Belanda membawa pasokan senjata, perlengkapan berat, makanan dan amunisi Belanda lainnya.
Mereka tak pernah kembali lagi ke markas Belanda, sehingga strategi ini terkenal dengan nama Het verraad van Teukoe Oemar (Pengkhianatan Teuku Umar).
Belanda marah besar dan mengerahkan pasukannya untuk menangkap Teuku Umar dan Cut Nyak Dien. Namun, pasukan Aceh kini sudah bersenjata lengkap.
Bahkan, mampu membunuh Jakobus Ludovicus Hubertus Pel yang sedang menggantikan Jenderal Jan van Swieten dengan cepat. Akhirnya, pasukan Belanda pun berada dalam situasi kacau.
Berkat strategi ini, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien berhasil merebut kembali Kampung Halamannya yang dikuasai oleh Belanda.
Cut Nyak Dien Tertangkap dan Diasingkan
Pada tanggal 11 Februari 1899, Cut Nyak Dien kembali merasakan duka karena kehilangan sang suami. Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh karena rencananya sudah terbaca oleh Belanda.
Kala itu, pasukan Marsose menyerang pos pertahanan rakyat Aceh yang ada di berbagai daerah. Para pemimpinnya ditangkap satu per satu, termasuk Sultan Aceh Tuanku Mohammad Dawot yang tertangkap pada tahun 1904 di Singli.
Walaupun berbagai tekanan datang, Cut Nyak Dien tetap gigih memimpin pasukannya untuk mengusir penjajah Belanda selama 6 tahun.
Cut Nyak Dien bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Selama berjuang melawan Belanda, ia dan pasukannya sudah mengalami banyak penderitaan. Mulai dari pasokan makanan yang kian menipis, pasokan senjata serta uang.
Bahkan, kondisi tubuh Cut Nyak Dien pun mulai melemah dan sudah tak kuat lagi berlari dari hutan ke hutan. Tetapi, beliau terus berjuang walau pasukannya pun kian melemah.
Pada 6 November 1905, Cut Nyak Dien ditangkap oleh Belanda karena panglima pasukannya, Pang Laot malah berkhianat.
Setelah kondisi fisik Cut Nyak Dien mulai membaik, beliau langsung Belanda asingkan ke salah satu kota di Jawa Barat, yaitu Sumedang pada tahun 1907.
Hal ini Belanda lakukan karena takut Cut Nyak Dien kembali menyulut warga Aceh untuk kembali bertempur.
Wafatnya Cut Nyak Dien
Selama di pengasingan, Cut Nyak Dien menghabiskan sisa umurnya dengan mengajar ilmu agama, seperti Al-Qur’an.
Beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 6 November 1908. Beliau dimakamkan di Komplek Pemakaman Gunung Puyuh, Sumedang.
Penghargaan
Atas jasa-jasa dan keberaniannya melawan penjajah Belanda, Cut Nyak Dien mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 2 Mei 1962.
Selain itu, rumah Cut Nyak Dien yang ada di Aceh kembali pemerintah bangun sebagai simbol perjuangannya di Tanah Rencong.
Kesimpulan
Cut Nyak Dien adalah sosok wanita yang tak kenal takut saat menghadapi kolonial Belanda. Bahkan, dirinya sangat ditakuti Belanda karena tekadnya yang tinggi dan mampu memicu semangat para rakyat Aceh.
Itulah informasi seputar biografi Cut Nyak Dien yang bisa sobat Biografinesia ketahui. Gimana, seru sekali, ‘kan? Nantikan informasi biografi para pahlawan nasional lainnya, ya!