Halo sobat Biografinesia! Sebelumnya, kita sudah membahas perjuangan Letjen R Suprapto, pahlawan revolusi yang gugur saat tragedi G30S. Kali ini, kita akan membahas biografi Sultan Agung Mataram, sang raja Kesultanan Mataram yang tangkas, gagah dan berani.
Sultan Agung Mataram berhasil membawa kerajaan ke puncak kejayaan. Beliau juga menjadi raja pertama dari Jawa yang berani menolak VOC dan melawan kolonial Belanda.
Yuk, langsung saja cek biografi Sultan Agung Mataram berikut ini.
Contents
- 1 Profil Sultan Agung Mataram
- 2 Biografi Sultan Agung Mataram
- 3 Pendidikan
- 4 Permaisuri Sultan Agung Mataram
- 5 Kepribadian Sultan Agung
- 6 Ciri Khas Sultan Agung Mataram
- 7 Perjuangan Sultan Agung Mataram
- 8 Masa Pemerintahan dan Keberhasilan Sultan Agung Mataram
- 9 Gelar Sultan Agung Mataram
- 10 Wafatnya Sultan Agung Mataram
- 11 Penghargaan
- 12 Kesimpulan
Profil Sultan Agung Mataram
Nama Asli: Raden Mas Jatmiko
Tempat Lahir: Mataram, sekarang berganti nama menjadi Kota Gede, Yogyakarta
Tanggal Lahir: 14 November 1593
Agama: Islam
Masa Pemerintahan: 1613 – 1645
Ayah: Prabu Hadi Hanyakrawati
Ibu: Ratu Mas Adi Dyah Banawati
Istri: Kanjeng Ratu Mas Tinumpuk (Ratu Kulon) dan Kanjeng Ratu Batang (Ratu Wetan)
Anak: Raden Mas Syahwawrat (Pangeran Alit), Raden Mas Kasim (Pangeran Demang Tanpa Nakil), Pangeran Rangga Kajiwan, Raden Bagus Rinangku, Winongan, Pangeran Ngabehi Loring Pasar, Raden Mas Sayyidin alias Pangeran Arya Mataram (Amangkurat I), Wiramantri, Raden Mas Alit (Pangeran Danupaya)
Wafat: Tahun 1645
Biografi Sultan Agung Mataram
Sultan Agung Hanyokrokusumo lahir pada tanggal 14 November 1593, di Mataram (sekarang Kota Gede, Yogyakarta). Semasa kecil, beliau memiliki nama Raden Mas Jatmiko yang artinya sopan dan rendah hati.
Sultan Agung juga memiliki nama lain Pangeran Rangsan yang artinya bergairah. Ayahnya bernama Prabu Hadi Hanyakrawati dan ibunya bernama Ratu Mas Adi Dyah Banawati yang merupakan putri dari Prabu Wijaya.
Pendidikan
Sultan Agung mendapatkan pengetahuan agama Islam dari beberapa wali. Salah satu wali yang sangat berpengaruh dan berperan mengajari pendidikan Islam adalah Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga menjadi guru sekaligus penasehat atau pembimbing Sultan Agung pada bidang agama.
Sehingga, Sultan Agung Mataram menjadi salah satu penguasa Kerajaan Mataram yang berusaha mengembangkan agama Islam, khususnya di pulau Jawa.
Permaisuri Sultan Agung Mataram
Seperti raja Mataram lainnya, Sultan Agung pun memiliki dua permaisuri, yaitu Kanjeng Ratu Mas Tinumpuk dan Kanjeng Ratu Batang.
Kanjeng Ratu Mas Tinumpuk merupakan putri dari Sultan Cirebon. Beliau mendapat gelar Kanjeng Ratu Kulon dan menjadi permaisuri yang memiliki kedudukan tinggi daripada permaisuri lainnya.
Dari pernikahannya dengan Sultan Agung, Kanjeng Ratu Kulon melahirkan keturunan yang bernama Raden Mas Syahwawrat alias Pangeran Alit.
Kemudian permaisuri keduanya bernama Kanjeng Ratu Batang, putri dari Pangeran Upasanta dari Batang. Beliau mendapat gelar Kanjeng Ratu Wetan dan menjadi permaisuri muda.
Dari pernikahannya, Kanjeng Ratu Wetan memberikan keturunan bernama Mas Sayidin alias Amangkurat I yang menjadi penerus kerajaan Mataram setelah Sultan Agung wafat.
Kepribadian Sultan Agung
Menurut buku bertajuk Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung (2002) karya H.J De Graaf, Sultan Agung memiliki kepribadian yang cerdas, tangkas dan taat beragama.
Selain itu, Sultan Agung juga terkenal sebagai raja Mataram yang kuat, cakap, bijaksana, serta cerdik dalam menjalankan pemerintahan.
Hal ini terbukti saat masa kekuasaannya, perekonomian Mataram menjadi lebih pesat karena hasil bumi yang melimpah.
Bahkan, wilayah kekuasaan Mataram pun berkembang semakin luas. Sehingga, Sultan Agung Mataram terkenal sebagai raja yang cakap dalam melakukan ekspansi wilayah.
Ciri Khas Sultan Agung Mataram
Sultan Agung memiliki fisik yang bagus, warna kulitnya lebih gelap dari warna kulit orang Jawa umumnya. Beliau memiliki hidung kecil, mulut agak besar dan datar, berwajah tenang, serta memiliki tatapan tajam seperti singa.
Pakaian yang Sultan Agung kenakan berbeda dengan pakaian khas orang Jawa. Beliau mengenakan kopiah dari kain linen berwarna putih atau terkenal dengan nama kuluk.
Selain itu, Sultan agung memakai kain batik berwarna putih biru, baju dari beludru berwarna hitam dengan hiasan gambar bunga keemasaan yang tersusun.
Beliau juga menggunakan keris pada badan bagian depan. Ikat pinggangnya terbuat dari emas. Pada jari-jarinya terdapat cincin dengan hiasan intan berlian. Bahkan, beliau pun erokok menggunakan pipa yang terlapisi perak.
Perjuangan Sultan Agung Mataram
Kehadiran Belanda di Batavia membuat sultan Agung tersadar bahwa hal itu akan membahayakan kesatuan negara yang terdiri dari Pulau Jawa.
Supaya bisa melawan VOC, Kerajaan Mataram giat melatih satuan angkatan perangnya dengan rutin.
Ada beberapa taktik Sultan Agung Mataram untuk merebut kembali Batavia dari Belanda, yaitu:
- Menjepit Batavia dari arah darat dan laut, kemudian melancarkan serangan secara tepat dan bersamaan.
- Angkatan Laut Mataram akan menyamar sebagai pedagang bahan makanan serta membawa beras, ternak dan bahan lainnya untuk dijual ke VOC.
- Angkatan laut Mataram melakukan serangan mendadak ke benteng pertahanan yang ada di tepi laut. Sementara angkatan darat Mataram melakukan serangan di dalam kota sebelah selatan.
- Melalui siasat ini, Belanda pun tak bisa bergerak seandainya VOC lari ke arah timur dan akan tenggelam ke dalam rawa-rawa. Kalau lari ke arah barat, maka akan jatuh ke tangan Pangeran Jayakarta dan Banten.
Dalam segi perdagangan, Sultan Agung Mataram melarang seluruh rakyatnya untuk menjual beras ke Batavia mulai dari tahun 1626. Hal ini membuat perdagangan beras VOC menjadi macet dan tak bergantung lagi kepada beras Mataram.
Sultan Agung Mataram juga melakukan penyerangan sebanyak dua kali kepada VOC, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Selama masa penyerangan, Sultan Agung bersama pasukannya berhasil merebut benteng Hollandia dari VOC.
Sayangnya, perbekalan mulai menipis dan terdapat bahaya kelaparan, pasukan Sultan Agung pun tak bisa mempertahankan benteng tersebut lebih lama.
Meskipun tak berhasil merebut Batavia secara keseluruhan, perjuangan Sultan Agung Mataram melawan VOC menjadi bukti semangat dan tekadnya.
Bahkan sampai akhir hayatnya, beliau tetap tak ingin berdamai dengan VOC walau mendapatkan tawaran yang cukup menjanjikan.
Masa Pemerintahan dan Keberhasilan Sultan Agung Mataram
Sultan Agung menjabat sebagai raja Mataram Islam mulai dari tahun 1613 – 1645. Wilayah kekuasaan kerajaan Mataram terdiri dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian daerah Jawa Barat.
Kehadiran Sultan Agung membawa kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan yang lebih tinggi. Sebab, beliau terkenal cerdas dan ahli di berbagai bidang, seperti bidang militer, politik, perdagangan, serta sosial budaya.
Berikut keberhasilan masa pemerintahan Sultan Agung saat menjabat menjadi raja Mataram, yaitu:
- Berhasil memperluas daerah kekuasaan, meliputi Jawa, Madura, Palembang, Jambi serta Banjarmasin
- Mampu mengatur dan mengawasi wilayah yang luas langsung dari pemerintahan pusat (Kotagede)
- Melaksanakan kegiatan ekonomi secara agraris dan maritim, sehingga menjadikan Mataram sebagai pengekspor beras terbesar pada masanya
- Melaksanakan mobilitas militer secara besar-besaran hingga mampu menundukkan beberapa daerah sepanjang pantai utara Jawa, bahkan mampu menyerang Belanda di Batavia sebanyak dua kali
- Melakukan perubahan pada perhitungan tahun Jawa-Hindu (Saka) menjadi tahun Islam (Hijriah) berdasarkan peredaran bulan sejak tahun 1633
- Menyusun kitab Undang-Undang baru yang merupakan perpaduan antara hukum Islam dengan adat istiadat Jawa, yaitu Surya alam.
Saat memerintah kerajaan Mataram, Sultan Agung memiliki dua pengikut setia yang ikut serta memperkuat kekuasaannya, yaitu Kanjeng Ratu Kidul dan Bau Reksa.
Gelar Sultan Agung Mataram
Saat awal pemerintahannya, Sultan Agung memiliki gelar Panembahan Hanyakrakusuma alias Prabu Pandita Hanyakrakusuma.
Setelah berhasil menaklukan Madura pada tahun 1624, gelarnya berganti menjadi Susuhan Akbar Hanyakrakusuma atau Sunan Akbar Hanyakrakusuma.
Pada tahun 1640-an, beliau mendapat gelar Sultan Akbar Senopati ing Ngalaga Abdurrahman.
Kemudian pada tahun 1641, beliau mendapat gelar dari pimpinan Ka’bah di Makkah. Adapun gelar yang beliau dapatkan adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram.
Wafatnya Sultan Agung Mataram
Sultan Agung menghembuskan nafas terakhirnya di Mataram, tepatnya di Bantul pada tahun 1645. Jenazahnya dikebumikan di Astana Kasultanan Agung atau Astana Imogiri.
Astana Imogiri merupakan pusat pemakanan raja-raja Mataram yang beliau dirikan sebelum meninggal dan diawali oleh dirinya sendiri.
Sesuai wasiatnya, tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh putranya dari Kanjeng Ratu Batang, yaitu Amangkurat I. Beliau juga meninggalkan sebuah kitab yang populer, yaitu Serat Sastra Gendhing.
Penghargaan
Atas jasa-jasa yang dimilikinya, Sultan Agung Mataram mendapatkan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan S.K Presiden Nomor 106/TK/1975, pada 3 November 1975.
Kesimpulan
Itulah informasi mengenai biografi Sultan Agung Mataram, raja ke-3 dari kerajaan Mataram yang terkenal pemberani, cerdas dan tangkas. Beliau menjadi salah satu raja yang berhasil membawa kemajuan terhadap Kesultanan Mataram.