Halo sobat Biografinesia! Sebelumnya kita sudah membahas perjuangan Halim Perdanakusuma yang berperan besar untuk Angkatan Udara (AU). Kini, saatnya kita mengetahui informasi mengenai biografi Djuanda Kartawidjaja.
Sobat Biografinesia pasti sudah tak asing dengan nama Djuanda Kartawidjaja, ‘kan? Soalnya, nama beliau sudah banyak diabadikan menjadi nama jalan, universitas, hingga bandara di Surabaya.
Nah, bagi kalian yang penasaran terkait biografi Djuanda Kartawidjaja, maka bisa cek informasinya berikut.
Contents
Profil Djuanda Kartawidjaja
Nama: Raden Djoeanda Kartawidjaja
Tempat Lahir: Tasikmalaya
Tanggal Lahir: 14 Januari 1911
Profesi: Perdana Menteri Indonesia ke-10
Wafat: 7 November 1963
Biografi Djuanda Kartawidjaja
Ir. H. Raden Djoeanda Kartawidjaja lahir pada 14 Januari 1911, Tasikmalaya, Jawa Barat. Djuanda merupakan anak pertama, ayahnya bernama Raden Kartawijaya dan ibunya bernama Nyi Monat.
Raden Kartawijaya bekerja sebagai Mantri Guru di salah satu sekolah Belanda untuk para pribumi, yaitu Hollandsch Indlandsch School (HIS).
Pendidikan
Djuanda Kartawidjaja memulai pendidikan sekolah dasar Hollandsch Indlandsch School (HIS). Namun, beliau pindah ke sekolah khusus anak-anak Eropa, yaitu Europeesche Lagere School (ELS) Tasikmalaya dan lulus tahun 1924.
Setelah itu, beliau melanjutkan ke sekolah menengah Hoogere Burgerschool te Bandoeng (HBS), lalu lulus tahun 1929.
Masih tahun yang sama, Djuanda Kartawidjaja masuk ke perguruan tinggi di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) yang sekarang terkenal dengan nama Institut Teknologi Bandung (ITB). Beliau lulus pada tahun 1933.
Karir Djuanda Kartawidjaja
Djuanda Kartawidjaja tak banyak mengikuti organisasi saat masih muda. Beliau hanya aktif dalam dua organisasi non politik, yaitu Muhammadiyah dan Paguyuban Pasundan.
Karir Djuanda Kartawidjaja berawal dari profesi guru. Beliau menjadi guru di salah satu sekolah Muhammadiyah, yaitu SMA/MULO Muhammadiyah Jakarta.
Tawaran menjadi guru ini beliau dapatkan dari seniornya di Paguyuban Pasundan, yaitu Otto Iskandar Dinata. Padahal, sebelumnya Djuanda mendapatkan tawaran untuk menjadi asisten dosen THS.
Profesi sebagai guru beliau jalani sekitar 4-5 tahun. Selanjutnya, Djuanda beralih profesi menjadi insinyur Bidang Pengairan dalam departemen pekerjaan umum Bandung, Jawa Barat.
Bahkan, beliau sempat diangkat menjadi staff ahli pada Jawatan Pengairan Provinsi Jawa Barat tahun 1939.
Pada 28 September 1945, Djuanda Kartawidjaja bersama para barisan pemuda mengambil alih Jawatan Kereta Api dari Jepang.
Peristiwa ini pun disusul dengan pengambilalihan Jawatan Pertambangan, Kotapraja, Keresidenan hingga objek militer yang ada di Gudang Utara Bandung.
Pemerintah Indonesia sempat mengangkat Djuanda menjadi Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura.
Berkat kinerja baiknya, Djuanda Kartawidjaja resmi menjadi Menteri Perhubungan untuk dua periode, yaitu pada 2 Oktober 1946 sampai 4 Agustus 1949 dan 6 September 1950 sampai 30 Juli 1953.
Memiliki Julukan Menteri Maraton
Djuanda Kartawidjaja pernah merasakan beberapa posisi menteri dan menjadi anggota kabinet RI terlama kedua setelah Johannes Leimena. Oleh karena itu, beliau mendapatkan julukan “Menteri Maraton” dari para jurnalis.
Berdasarkan Keppres Nomor 108 Tahun 1957, pada 8 April 1957, Djuanda Kartawidjaja resmi menjadi Perdana Menteri ke-10 sekaligus Menteri Pertahanan.
Beliau menggantikan Ali Sastromidjojo dan menjabat dari tanggal 9 April 1957 sampai 9 Juli 1959.
Selama menjabat menjadi Perdana Menteri ke-10, Djuanda Kartawidjaja membentuk daerah otonom baru tingkat I di beberapa provinsi.
Mulai dari provinsi Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Irian Barat, Riau serta Jambi.
Posisi Menteri yang Pernah Djuanda Kartawadijaja Duduki
Selain itu, Djuanda Kartawidjaja tercatat pernah menduduki belasan posisi sebagai menteri, yaitu:
- Menteri Muda Perhubungan Masa Kabinet Sjahrir II, periode 12 Maret 1946 – 2 Oktober 1946
- Menteri Komunikasi Masa Kabinet Sjahrir III, periode 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947
- Menteri Perhubungan Masa Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II, periode 3 Juli 1947 – 11 November 1947 serta 11 November 1947 – 29 Januari 1948
- Menteri Pekerjaan Umum Masa Kabinet Hatta I, periode 29 Januari 1948 – 13 April 1948
- Menteri Perhubungan Masa Kabinet Hatta I, periode 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949
- Menteri Negara Masa Kabinet Hatta II, periode 4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949
- Menteri Kemakmuran Masa Kabinet RIS, periode 20 Desember 1949 – 6 September 1950
- Menteri Perhubungan Masa Kabinet Natsir, periode 6 September 1950 – 27 April 1951
- Menteri Perhubungan Masa Kabinet Sukiman – Suwiryo, periode 27 April 1951 – 3 April 1952
- Menteri Perhubungan Masa Kabinet Wilopo, periode 3 April 1952 – 30 Juli 1953
- Menteri Negara Urusan Perencanaan Masa Kabinet Ali Sastromidjojo II, periode 24 Maret 1956 – 14 Maret 1957
- Perdana Menteri Indonesia ke-10 periode 9 April 1957 – 9 Juli 1959
- Menteri Pertahanan Masa Kabinet Djuanda, periode 9 April 1957 – 10 Juli 1959
- Menteri Keuangan dan Menteri Pertama Kabinet Kerja I, periode 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960
- Menteri Keuangan dan Menteri Pertama Masa Kabinet Kerja II, periode 18 Februari 1960 – 6 Maret 1962
- Menteri Pertama Masa Kabinet Kerja III, periode 6 Maret 1962 – 7 November 1963
Deklarasi Djuanda
Ketika menjadi Perdana Menteri, Djuanda mencetuskan Deklarasi Djuanda yang berisi penegasan kedaulatan Indonesia atas wilayah lautnya.
Deklarasi Djuanda dicetuskan pada 13 Desember 1957. Deklarasi ini menegaskan bahwa laut Indonesia terdiri dari laut sekitar, di antara serta yang ada di dalam Kepulauan Indonesia.
Wilayah laut tersebut masuk menjadi satu kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebelumnya, wilayah Indonesia hanya mengacu pada peta Kolonial Belanda yang terkenal dengan nama Teritoriale Zeeen en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) terbitan tahun 1939.
Dalam peta TZMKO disebutkan bahwa luas laut Indonesia hanya 3 mil saja. Sehingga, wilayah Laut Jawa, Laut Flores, Selat Karimata, Laut Arafuru dan lainnya dianggap sebagai laut bebas atau perairan Internasional.
Perlu sobat Biografinesia ketahui, perairan internasional merupakan zona bebas yang dapat dilalui oleh kapal dari berbagai negara tanpa meminta izin kepada pemerintah Indonesia.
Djuanda memandang bahwa hal itu sangat berbahaya karena terlihat Indonesia seperti bukan satu kesatuan, padahal ada sekitar 17 ribu pulau yang menjadi bagian dari Indonesia.
Adapun ringkasan dari isi Deklarasi Djuanda, yaitu:
- Bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki corak tersendiri
- Wilayah laut yang ada di Kepulauan Nusantara merupakan kedaulatan mutlak bagi Indonesia
- Batas teritorial laut Indonesia adalah sepanjang 12 mil yang diukur dari titik terluar pulau
Awalnya, banyak negara yang menolak Deklarasi Djuanda, termasuk Amerika Serikat.
Namun, pada tahun 1982, PBB menggelar Konvensi Hukum Laut ke-III atau United Nations Convention On The Law of The Sea (UNCLOS 1982) dan menjadi tahun dimana Deklarasi Djuanda diakui oleh seluruh anggota PBB serta Amerika Serikat.
Wafatnya Djuanda Kartawidjaja
Djuanda Kartawidjaja wafat pada 7 November 1963. Berdasarkan keterangan, Djuanda meninggal karena terkena serangan jantung.
Jenazahnya disemayamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Penghargaan
Atas perjuangan dan jasa-jasa beliau kepada negara Indonesia, Djuanda Kartawidjaja ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, pada 29 November 1963.
Selain itu, namanya pun diabadikan menjadi nama sejumlah bangunan dan tempat penting di Indonesia.
Mulai dari nama salah satu bandara Surabaya, yaitu Bandara Internasional Juanda, Taman Hutan Raya Djuanda Bandung, sampai Universitas Djuanda.
Kesimpulan
Itulah informasi mengenai biografi Djuanda Kartawidjaja yang bisa sobat Biografinesia ketahui. Nantikan pembahasan biografi para pahlawan nasional lainnya, ya!