Halo sobat Biografinesia! Sebelumnya kita sudah mengetahui perjuangan Sultan Agung Mataram dalam melawan Belanda. Sekarang, saatnya membahas biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang terkenal sebagai bapak Pramuka Indonesia.
Selain menjadi bapak Pramuka Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga pernah menjabat sebagai wakil presiden ke-2, yaitu pada masa kepimpinan presiden Soeharto.
Bagi sobat Biografinesia yang penasaran dengan biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yuk langsung saja cek informasinya!
Contents
- 1 Profil Sri Sultan Hamengkubuwono IX
- 2 Biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX
- 3 Riwayat Pendidikan
- 4 Karir Sri Sultan Hamengkubuwono IX
- 5 Perjuangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
- 6 Pernah Mengusulkan untuk Memindahkan Ibu Kota Indonesia
- 7 Terkenal Sebagai Bapak Pramuka Indonesia
- 8 Akhir Hayat Sri Sultan Hamengkubuwono IX
- 9 Penghargaan
- 10 Kesimpulan
Profil Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Nama Asli : Gusti Raden Mas Dorodjatun
Tempat Lahir : Ngasem, Yogyakarta
Tanggal Lahir : 12 April 1912
Ayah : Sultan Hamengkubuwono VIII
Ibu : RA Kustilah/KRA Adipati Anum Amangku Negara/Kanjeng Alit
Profesi : Wakil presiden RI Ke-2, Bapak Pramuka Indonesia, Gubernur DI Yogyakarta, Raja Kesultanan Yogyakarta dan menjabat sebagai menteri pada beberapa bidang
Istri : BRA Pintakapurnama/KRA Pintakapurnama, RA Siti Kustina/BRA Windyaningrum/KRA Widyaningrum/Ray Adipati Anum, Raden Gledegan Ranasaputra/KRA Astungkara, KRA Ciptamurti dan Norma Musa/KRA Nindakirana
Jumlah Anak : 15 putra dan 7 putri
Wafat : 2 Oktober 1988
Biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir pada tanggal 12 April 1912, di Ngasem, Yogyakarta. Beliau memiliki nama asli Gusti Raden Mas Dorodjatun.
Dorodjatun, panggilan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, merupakan putra dari pasangan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah.
Saat berusia 2 tahun, beliau menyandang status sebagai Putra Mahkota Yogyakarta. Kemudian, ketika berusia 4 tahun, Dorodjatun mulai dididik agar bisa hidup terpisah dari keraton.
Dorodjatun pun dititipkan ke sebuah keluarga Belanda, yaitu Mulder. Saat itu, Mulder menjabat menjadi kepala sekolah Neutrale Hollands Javaanse Jongens School daerah Gondokusuman.
Selama tinggal bersama keluarga Mulder, Dorodjatun mendapat panggilan Henkie, yang diambil dari nama Pangeran Belanda, yaitu Hendrik.
Bahkan, nama Henkie terus melekap pada diri Dorodjatun sampai beliau sekolah dan kuliah di Belanda.
Riwayat Pendidikan
Sri Sultan Hamengkubuwono IX menempuh pendidikan pertama di taman kanak-kanak Frobel School dan Eerste Europeesche Lagere School B.
Setahun kemudian, beliau pindah ke kediaman keluarga Cock, lalu bersekolah di Neutrale Europeesche Lagere School. Dorodjatun lulus pada tahun 1925 dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah ke Hoogere Burger School (HBS) Semarang.
Saat bersekolah di HBS, Dorodjatun tinggal bersama keluarga Voskull, seorang sipir penjara Semarang. Namun, karena tak cocok dengan lingkungan sekolah, beliau pun pindah ke HBS Bandung pada tahun 1928.
Di kota Bandung, Dorodjatun tinggal bersama keluarga Letkol De Boer, tentara militer Belanda. Sebelum pendidikannya selesai, sang ayah meminta Dorodjatun untuk melanjutkan sekolah ke Belanda.
Dorodjatun berangkat ke Belanda pada bulan Maret 1930 didampingi oleh keluarga direktur pabrik gula, yaitu Hofland.
Sesampainya di Belanda, Dorodjatun bersekolah di dua lembaga berbeda, yaitu HBS B serta Stedelijk Gymnasium.
Beliau lulus pada tahun 1934, kemudian pindah ke Leiden dan masuk Universitas Leiden. Dorodjatun mengambil jurusan studi Indologi, yaitu studi yang membahas terkait administrasi kolonial, kesusastraan, serta etnologi di Hindia Belanda.
Namun, belum sempat menyelesaikan tugas akhirnya, Dorodjatun dipanggil untuk kembali ke Indonesia pada tahun 1939.
Karir Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Baru saja tiga hari di keraton, Sri Sultan Hamengkubuwono VIII jatuh sakit sampai tak sadarkan diri. Pada tanggal 22 Oktober 1939, sang ayah mengghembuskan nafas terakhirnya.
Selang lima bulan setelah sang ayah wafat, Dorodjatun resmi diangkat menjadi Sultan Yogyakarta ke-9 pada tanggal 18 Maret 1940 dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Beliau juga mendapatkan dua gelar sekaligus, gelar pertama adalah Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putra Narendra Mataram.
Kemudian gelar keduanya Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwono Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sanga.
Perjuangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Ketika Jepang datang ke Indonesia, banyak rakyat pribumi yang menjadi tenaga kerja paksa alias romusha.
Demi melindungi rakyatnya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX segera mengajukan pembangunan kanal irigasi yang dapat menghubungkan Kali Progo dan Kali Opak.
Jepang menerima usulan itu, sehingga rakyat Yogyakarta pun fokus mengerjakan pembangunan kanal dan terhindar dari romusha.
Selain itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mulai melakukan beberapa reformasi di kesultanan. Salah satunya adalah mengubah nama institusi pemerintahan daerah yang awalnya berbahasa Belanda menjadi bahasa Jawa pada Juli 1942.
Dua tahun setelahnya, beliau juga membuat layanan publik yang dapat diakses oleh siapa saja.
Pada awal kemerdekaan NKRI, Sri Sultan Hamengkubuwono memberikan dukungan penuh. Setelah proklamasi, beliau segera mengeluarkan Amanat 5 September 1945 serta membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta.
Melalui Amanat tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono menyatakan bahwa Kesultanan Yogyakarta resmi masuk NKRI.
Tentunya, pemerintah pusat menerima baik amanatnya, lalu mengirim Mr Sartono dan Mr A.A Maramis ke Yogyakarta.
Tujuannya adalah menyerahkan piagam penetapan kedudukan Yogyakarta yang telah mendapatkan tanda tangan oleh Soekarno pada tanggal 19 Agustus 1945.
Pernah Mengusulkan untuk Memindahkan Ibu Kota Indonesia
Pada tanggal 2 Januari 1946, Sri Sultan Hamengkubowono IX dan Pakualam VIII pernah mengirim surat kepada presiden. Sebab, kala itu Jakarta sedang tidak aman karena munculnya para sekutu.
Adapun isi suratnya adalah jika pemerintah RI bersedia, ibukota Indonesia bisa pindah sementara ke Yogyakarta sampai keadaan membaik.
Tawaran ini disambut baik oleh presiden dan segera memindahkan ibukota Indonesia, dari Jakarta ke Yogyakarta.
Saat Yogyakarta menjadi ibukota, Sri Sultan Hamengkubuwono IX segera melakukan beberapa perubahan. Salah satunya adalah meminta seluruh bisnis resmi menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa lagi.
Beliau juga memberikan sebagian dari keraton untuk dijadikan institus pendidikan, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pada masa kabinet Sjahrir III, untuk pertama kalinya sultan dari Kesultanan Yogyakarta menjadi salah satu anggota kabinet. Beliau diangkat menjadi Menteri Negara pada tahun 1947.
Tanggungjawab sebagai Menteri Negara terus beliau emban, mulai dari masa Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II sampai masa Kabinet Hatta I.
Terkenal Sebagai Bapak Pramuka Indonesia
Menjelang tahun 1960-an, Sri Sultan Hamengkubuwono IX aktif dalam kegiatan kepanduan sejak usia muda, bahkan beliau turut menjadi Pandu Agung atau pemimpin kepanduan.
Pada tahun 1961, banyak organisasi kepanduan yang tergabung ke dalam satu wadah. Seringkali Soekarno melakukan konsultasi kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Akhirnya, pada tanggal 9 Maret 1961, terbentuklah Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka, yang mana Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi salah satu pengurusnya.
Selanjutnya, tanggal 14 Agustus 1961, mulai dilakukan penganugerahan panji kepramukaan, lalu diperingati sebagai Hari Pramuka.
Kemudian, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjabat menjadi Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka selama 4 periode berturut-turut, mulai dari tahun 1961 sampai 1974.
Keaktifannya dalam organisasi Pramuka membuat Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendapat gelar Bapak Pramuka Indonesia.
Selain itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga pernah menjabat sebagal Wakil Presiden RI Ke-2, yaitu pada periode 1973 – 1978.
Akhir Hayat Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Pada tanggal 14 September 1988, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengunjungi acara Pagelaran Kesenian Mataram di Kyoto, Jepang didampingi oleh Pangeran Mangkubumi.
Selanjutnya, beliau datang ke Washington DC karena telah mendapatkan jadwal untuk pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Walter Reed.
Namun, tanggal 2 Oktober 1988, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menghembuskan nafas terakhir setelah muntah-muntah di kamar hotelnya.
Jasadnya dikebumikan di area Pemakaman Raja-raja di Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
Penghargaan
Berdasarkan SK Presiden RI No. 053/TK/Tahun 1990 yang terbit pada tanggal 30 Juli 1990, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendapatkan gelar Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya kepada NKRI.
Kesimpulan
Itulah informasi mengenai biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang bisa sobat Biografinesia ketahui. Semoga bisa menambah pengetahuan kalian dan nantikan biografi para pahlawan nasional lainnya!