Halo sobat Biografinesia! Dalam artikel kali ini, kita akan membahas biografi Jenderal Ahmad Yani, panglima Angkatan Darat yang dekat dengan presiden Soekarno.
Jenderal Ahmad Yani merupakan target utama penculikan dalam peristiwa G30S PKI. Beliau mendapatkan gelar pahlawan revolusi dan nasional atas kiprahnya untuk negara Indonesia.
Nah, bagi kalian yang penasaran terkait biografi Jenderal Ahmad Yani, yuk langsung cek ulasan lengkapnya berikut ini.
Contents
Profil Jenderal Ahmad Yani
Nama: Ahmad Yani
Tempat Lahir: Purworejo
Tanggal Lahir: 19 Juni 1922
Profesi: Panglima TNI AD
Istri: Yayu Rulia Sutowiryo
Anak: Amelia Achmad Yani
Wafat: 1 Oktober 1965
Biografi Jenderal Ahmad Yani
Ahmad Yani lahir tanggal 19 Juni 1922, di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Sarjo (M. Wongsorejo) dan ibunya bernama Murtini.
Beliau terlahir dari keluarga sederhana, ayahnya bekerja kepada seorang Belanda dan ibunya adalah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT).
Anak laki-laki satu-satunya ini pernah berulang kali berganti nama, lho. Awalnya, kedua orangtua Ahmad Yani menamai beliau dengan Amat Jani. Setelah mendapatkan pendidikan agama, namanya berubah menjadi Ahmat Jani.
Tetapi, orangtuanya merasa kurang sreg dan kembali mengubah nama tersebut dengan menambahkan huruf ‘c’ menjadi Achmad Jani.
Seiring berjalannya waktu, ejaan seperti itu mulai tidak berlaku dan akhirnya berganti nama untuk terakhir kalinya menjadi Ahmad Yani.
Pendidikan
Sejak masih kecil, Ahmad Yani terkenal cerdas dan memiliki bakat pada bidang militer.
Dirinya berhasil menempuh pendidikan dasar Hollands Indiesche School (HIS) dengan pengantar bahasa Belanda berkat kebaikan majikan ayahnya, yaitu Hulstijn karena terkesan dengan kepribadian dan kecerdasan Ahmad Yani.
Dari HIS Purworejo, Ahmad Yani berpindah-pindah sekolah, mulai dari HIS Magelang serta HIS Bogor dan lulus pada tahun 1935. Beliau melanjutkan pendidikan ke MULO Bagian B yang berisi anak-anak berprestasi.
Ahmad Yani berhasil membereskan pendidikannya di MULO dalam kurun waktu 3 tahun.
Ada kejadian menarik saat beliau masih bersekolah di MULO. Kala itu, Ahmad Yani berkunjung ke rumah orangtuanya di Purworejo. Beliau datang ke tempat kerja ayahnya dan melihat sang ayah sedang dicaci-maki oleh seorang Belanda.
Seketika Yani marah karena tak terima ayahnya dicaci-maki dan membalas makiannya menggunakan bahasa Belanda. Orang Belanda itu makin marah dan menampar Ahmad Yani, lalu Yani membalas tamparan tersebut.
Lulus dari MULO, Ahmad Yani melanjutkan pendidikan ke AMS Bagian B di Jakarta. Namun, saat duduk di kelas 2 AMS, Beliau memutuskan keluar dan masuk tentara.
Kebetulan saat itu Belanda sedang membuka Corps Opleiding Reserve di kota Bandung. Ahmad Yani mendaftar dan diterima sebagai Aspirant di Dinas Topografi Militer KNIL serta dikirim ke Malang selama 6 bulan untuk pendidikan lanjutan.
Lulus dari pendidikan Militer, Ahmad Yani mendapatkan pangkat sersan cadangan dan ditempatkan di kota Malang.
Karir Militer Jenderal Ahmad Yani
Di penghujung tahun 1941, Ahmad Yani mengikuti pendidikan Leerling Kader Milicent Dienst selama 3 bulan di Bogor dan mendapatkan pangkat Sersan.
Saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, militer Belanda pun hanya bertahan kurang dari 3 bulan saja. Sialnya, Ahmad Yani sempat masuk bui oleh Dai Nippon Cimahi dan kembali ke Purworejo setelah bebas.
Tentunya, ketertarikannya terhadap dunia militer tak lenyap begitu saja. Ahmad Yani bergabung dengan Heiho (tentara pembantu) dan menjalani pendidikan pada tahun 1943 di Magelang.
Beliau lulus dengan nilai tinggi, kemudian mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam pendidikan Shodancho (perwira) PETA di Bogor dan menjadi lulusan terbaik.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Ahmad Yani beserta mantan PETA lainnya bergabung bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang sekarang terkenal dengan nama TNI.
Perjuangan Jenderal Ahmad Yani
Ahmad Yani sukses menghalau pasukan Inggris (sekutu) saat akan memasuki wilayah Magelang. Hal ini menyebabkan pasukan Inggris kewalahan dan mundur pada 21 November 1945.
Selain itu, jenderal Ahmad Yani memiliki peran penting dalam peristiwa 1 Maret 1949, meskipun tak terlibat secara langsung.
Sejak tanggal 19 Februari 1949, pasukan Jenderal Ahmad Yani aktif menghadap pasukan Belanda yang akan datang ke Yogyakarta. Mereka menghancurkan pos-pos milik Belanda yang berada di jalur penghubung Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Kala itu, Ahmad Yani yang memiliki pangkat mayor memimpin Brigade IX dengan area operasi Kedu bagian utara sampai Semarang Barat.
Menjelang Serangan Umum 1 Maret, pasukannya menjadi garis pertahanan yang sulit ditembus oleh tentara Belanda. Sehingga, suplai pasukan dari arah Magelang untuk Belanda yang ada di Yogyakarta pun menjadi terputus.
Puncak Karir
Pada tahun 1952, Ahmad Yani ikut menjadi salah satu bagian dari Banteng Raiders, pasukan khusus TNI AD yang dikerahkan untuk memberantas gerakan separatis, seperti PRRI/Semesta, pembebasan Irian Barat hingga DI/TII.
Tak hanya aktif dalam pertempuran, Ahmad Yani menjadi generasi awal perwira militer Indonesia yang dikirim belajar ke luar negeri. Beliau mulai mengikuti kursus militer di Amerika Serikat dan Inggris pada tahun 1955 sampai 1956.
Di Amerika Serikat (USA), Ahmad Yani bergabung dengan Command and General Staf College di Fort Leaven Worth, Kansas pada tahun 1955. Kemudian, melanjutkan ke Inggris dan mengikuti Special Warfare Course tahun 1956.
Ahmad Yani juga menjadi salah satu perwira AD kepercayaan presiden Soekarno. Sehingga, presiden Soekarno memilih beliau untuk posisi Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) menggantikan A.H Nasution.
Ahmad Yani menduduki jabatan tersebut sejak tanggal 23 Juni 1962 sampai menghembuskan napas terakhir.
Gugurnya Jenderal Ahmad Yani
Ahmad Yani sempat mendapatkan laporan bahwa keselamatan dirinya sedang terancam oleh PKI. Tetapi, beliau tak ingin menambah pasukan pengawal di rumahnya.
Sehingga, pada tanggal 30 September 1965, pasukan Pasopati yang menggeruduk rumahnya bisa dengan mudah melumpuhkan para pengawal.
Ahmad Yani sempat melakukan perlawanan karena diperlukan secara kurang ajar oleh pasukan penculik tersebut.
Sayangnya, beliau ditembak oleh Sersan Gijadi sampai wafat dan tubuhnya diangkut oleh truk pada dini hari, 1 Oktober 1965, lalu dibuang ke Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Jasad jenderal Ahmad Yani dan perwira lainnya, termasuk Letjen R Suprapto ditemukan dua hari setelah kejadian tersebut.
Jenazah para perwira TNI segera disemayamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta.
Penghargaan
Atas kiprah perjuangannya untuk bangsa Indonesia, jenderal Ahmad Yani mendapatkan beberapa penghargaan, yaitu:
- Bintang Republik Indonesia (RI) kelas II
- Bintang Sakti
- Bintang Gerilya
- Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II
- Satyalancana Kesetyaan VII, XVI
- Satyalancana G:O.M I dan VI
- Satyalancana Sapta Marga (PRRI)
- Satyalancana Irian Barat (Trikora)
- Ordenon Narodne Armije II Reda Yugoslavia (1958)
- Pahlawan Revolusi dan Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia
Kesimpulan
Demikian informasi seputar biografi Jenderal Ahmad Yani yang bisa sobat Biografinesia ketahui.
Perlu kamu ketahui bahwa mendiang sang istri, Yayu Rulia Subandiah menuliskan biografi jenderal Ahmad Yani yang bertajuk Ahmad Yani Sebuah Kenang-kenangan, terbit pada tahun 1981.
Melalui biografi ini, harapannya seluruh bangsa Indonesia mengetahui perjalanan Ahmad Yani, mulai dari kecil sampai bergabung menjadi pasukan elit TNI-AD.